Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di
Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam
jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi
liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi
liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer.
Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem
ekonomi komando.
Pergolakan politis pada akhir masa Orde Lama juga terjadi di Malang
karena aktifitas PKI / Komunis cukup banyak mempengaruhi masyarakat
terutama golongan pemuda. Terjadi rapat2 umum, demonstrasi, kerusuhan
dan bentrokan fisik antara pendukung Komunis dengan pendukung Pancasila,
salah satunya yang terkenal adalah penyerbuan Gedung Sarinah sekarang.
Akhirnya kelompok Komunis dapat dikalahkan dan melarikan diri ke daerah
Blitar sehingga dilakukan operasi militer Sandhi Yudha yang mengakhiri
petualangan Komunis di Indonesia.
Orde Lama dibawah pimpinan Presiden Soekarno berakhir setelah
didahului oleh pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang gagal pada
tanggal 30 September 1965. Dengan berbekal Surat Perintah tertanggal 11
Maret 1966, Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat
(Kostrad) pada waktu itu, Letjen TNI Soeharto membubarkan PKI dan
organisasi-organisasi masyarakat yang dinaunginya.
Gerakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI ini kemudian berbuntut pada
pembunuhan puluhan (ada pula yang mengatakan ratusan) ribu penduduk
Indonesia yang dicurigai terlibat atau bersimpati pada gerakan komunis.
Kuatnya stigma komunis yang menakutkan banyak orang membuat sampai kini
belum pernah ada penyelidikan independen mengenai korban-korban yang
jatuh pada saat itu, meskipun diyakini tidak semua korban memang
terbukti bersalah.
Atas dukungan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang dipimpin
oleh Ketuanya saat itu, Letjen TNI Abdul Harris Nasution, Letjen TNI
Soeharto kemudian dikukuhkan menjadi pejabat Presiden Republik
Indonesia. Kekuasaan Orde Baru dibawah presiden kedua ini dikukuhkan
melalui pemilihan umum tahun 1971.
http://parisvanjava.net76.net/orla.html
Kamis, 05 Desember 2013
PEMILU
- Pemilihan umum (PEMILU)
Pada awal kemerdekaan, upaya untuk menyelenggarakan pemilu dimaksudkan untuk memperjuangkan Republik Indonesia agar diakui dan dihormati oleh seluruh dunia. Bagi bangsa Indonesia
sendiri, Pemilu dijadikan sarana untuk menggalang kekuatan rakyat dalam
mempertahankan kemerdekaan Negara yang baru diproklamasikan.
Pemilu I setelah Indonesia
merdeka baru dapat terlaksana pada tahun 1955, yaitu pada masa cabinet
Burhanuddin Harahap. Pemilu I bertujuan untuk memilih anggota DPR dan
anggota konstituante. Pemilihan anggota DPR diselenggarakan tanggal 29 september 1955.
pelantikan anggota DPR dilaksanakan tanggal 20 maret 1956. sedangkan
pemilihan anggota konstituante diselenggarakan tanggal 15 desember 1955
dan dilantik tanggal 10 november 1956.
Dalam
pemilu I ini telah muncul empat partai besar, yaitu Masyumi, yang
memperoleh 60 kursi di DPR, PNI (58 kursi), NU (47 kursi) dan PKI (32
kursi).
Pada
masa Orde Baru pemilu mulai dilaksanakan pada tahun 1971. Sembilan
partai politik dan golongan karya turut serta dalam pemilu ini.
Kesembilan partai politik itu adalah Partai Katolik, Partai Kristen
Indonesia, Partai Murba, Ikatan pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),
PNI, NU, PSII, Parmusi dan Perti. Dari sepuluh organisasi peserta
pemilu, delapan diantaranya adalah organisasi politik/partai yang sudah
ada (berdiri sebelum masa orde baru), sedangkan dua lainnya adalah
partai politik yang baru, yaitu Permusi dan IPKI.
Dalam Pemilu tahun 1971, partai-partai politik mendapat 124 kursi di DPR, sedangkan Golongan Karya mendapat 236 kursi.
Pada
tahun 1977, diadakan pemilu yang ketiga. Pemilu kali ini diikuti oleh 3
organisasi social politik, yaitu PPP, Golkar dan PDI. Hasil pemilu pada
masa itu, Golkar mendapat 257 kursi, sedang partai politik yang lainnya
mendapat 128 kursi. Setelah pemilu 1977, pada masa Orde baru
berturut-turut dilaksanakan pemilu tahun 1982, 1987, 1992 dan 1997,
dengan azaz Jurdil. Tetapi dikarenakan Presiden Soeharto mengundurkan
diri tahun 1998, maka Pemilu kemudian dilaksanakan tahun 1999 yang
diikuti 48 peserta partai politik dan terakhir dilaksanakan tahun 2003
dengan jumlah peserta 24 partai politik dengan azaz Luber dan Jurdil. http://masyarakatsejarahindonesia.blogspot.com/2009/10/upaya-mengisi-kemerdekaan.html
UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
A. Penataan Kehidupan Politik
a. Sistem pemerintahan
Sejak
pengakuan kedaulatan terhadap RIS, secara resmi tanggal 27 Desember
1949 oleh Belanda. Seharusnya Belanda tidak campur tangan lagi dalam
urusan Indonesa secara langsung. Tetapi dalam kenyataannya Belanda masih
sering ikut campur urusan dalam negeri Indonesia
sehingga menyulitkan pemerintah dalam menata kehidupan politik dan
ekonomi, antara lain terhadap pemberontakan APRA, Andi Aziz dan RMS.
Itulah sebabnya RIS hanya bertahan selama 8 bulan ( 27 desember 1949 –
17 agustus 1950) akibat desakan untuk kembali dari bentuk Negara Negara
bagian kebentuk Negara kesatuan. Untuk kembali kenegara kesatuan , pada
tahun 1950 dibentuk UUDS.
Dalam
UUDS tahun 1950, system pemerintahan yang dianut adalah system
Demokrasi Liberal dengan cabinet Parlementer. Pada masa cabinet
parlementer ini bukannya bertambah baik, tetapi malah bertambah buruk
karena terjadi pergulatan diantara partai-partai politik. Setiap partai
politik berupaya untuk merebut kedudukan tertinggin dengan menjatuhkan
lawan politiknya, sehingga cabinet dapat bertahan lama dan selanjutnya
jatuh sebelum dapat melaksanakan program partainya.
Pada masa ini terjadi beberapa kali pergantian cabinet diantaranya :
- Kabinet Natsir ( September 1950 – maret 1951)
Kabinet
pertama NKRI tahun 1950 adalah cabinet Natsir dengan perdana Menterinya
Mohammad Natsir (Masyumi), Kabinet mulai goyah sejak kegagalan dalam
perundingan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Kabinet Jatuh setelah
PNI mengajukan mosi tidak percaya menyangkut pencabutan Peraturan
Pemerintah No. 39/1950 tentang DPRD dan DPRDS
- Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952)
Kabinet
ini dipimpin oleh Sukiman Wiryosanjoyo, sebagai perdana menteri.
Kabinet merupakan koalisi PNI dan Masyumi. Kabinet mulai goyah akibat
ditandatanganinya perjanjian kesepakatan antara Menlu Subandrio dan duta
besar AS Merle Cohran tentang bantuan ekonomi dan militer. Kabinet
dicecar tuduhan melencengkan Indonesia baik dari politik luar negeri bebas aktif. Setelah PNI dan Masyumi menarik dukungannya, cabinet inipun jatuh.
- Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo, semasa cabinet ini, Indonesia
dilanda krisis ekonomi berupa jatuhnya harga barang-barang ekspor dan
krisis politik berupa aksi ketidakpuasan dan demonstrasi diberbagai
daerah. Ketidakmampuan menyelesaikan soal tanah
yang terkenal dengan peristiwa Tanjung Morawa di Sumatera Utara
(bentrokan antara aparat kepolisian dan para petuni liar) dan
peristiwa 17 oktober 1952 (gerakan sejumlah perwira AD menekan Presiden
Soekarno agar membubarkan cabinet. Pada saat yang sama, berlangsung
demonstrasi didepan istana Negara mengajukan tuntutan yang sama. membuat
cabinet Wilopo mengembalikan mandat kepada Presiden
- Kabinet Ali sastriamijoyo I ( Juli 1953 – Juli 1955)
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo, sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan NU. Kabinet menghadapi
ujian berat berupa kemelut dalam tubuh angkatan darat. Namun cabinet
ini sempat menunjukkan prestasi berupa penyelenggaraan Konferensi Asia
Afrika tahun 1955*.
Memuncaknya krisis ekonomi dan perseteruan antara PNI dan NU membuat NU
menarik dukungannya terhadap cabinet sehingga cabinet inipun akhirnya
jatuh.
- Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
Kabinet
ini dipimpin Burhanuddin Harahap sebagai perdana menteri. Prestasi yang
menonjol dari kabinet ini adalah penyelenggaraan Pemilu I yang amat
demokratis. Selain itu, kabinet menunjukkan keunggulan Indonesia
dalam diplomasi perjuangan Irian Barat dengan pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Namun Pemilu I tidak menghasilkan dukungan yang cukup
terhadap cabinet ini sehingga jatuh.
- Kabinet Ali Sostroamijoyo II (Maret 1956 – maret 1957)
Kabinet
ini dipimpin oleh Ali Sostroamijoyo sebagai perdana menteri. Kabinet
koalisi PNI, Masyumi dan NU merupakan cabinet yang pertama sesudah
Pemilu. Kabinet menghadapi pergolakan didaerah yang semakin menguat,
berupa pembentukan dewan militer di Sumatera dan Sulawesi. Mundurnya sejumlah menteri asal Masyumi membuat cabinet jatuh.
- Kabinet Karya atau Juanda (April 1957 – Juli 1959)
Kabinet dipimpin oleh Juanda sebagai perdana menteri. Kabinet terdiri atas para pakar dibidangnya sehingga disebut zaken cabinet.
Kabinet memiliki program bernama Panca Karya sehingga memperoleh
sebutan cabinet Karya. Kabinet menjadi demisioner saat presiden
mencanangkan dekrit pada bulan juli 1959.
b. Sistem kepartaian
Muncul
dan berkembangnya partai di dalam suatu Negara merupakan suatu cirri
utama bahwa Negara tersebut menganut paham demokrasi . Begitu pula
dengan Indonesia yang baru berdiri, ingin menyatakan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi.
Untuk lebih menegaskan bahwa Indonesia
menganut paham demokrasi, maka dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden
no. X tanggal 16 oktober 1945. Kemudian disusul lagi oleh Maklumat
pemerintah tanggal 3 november 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia
menganut system multi partai. Keadaan seperti ini mengakibatkan
munculnya partai-partai politik. Dari tahun 1945 – 1950, telah berdiri
dengan resmi 25 partai politik. Menjelang Pemilu 1955 telah ada 70
partai politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu, tetapi setelah
penyeleksian akhirnya yang berhak ikut Pemilu I hanya 27 partai.
Diantara
partai politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu I terdapat 4 partai
politik yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI.
Akan
tetapi system multi partai hanya berlangsung hingga dikeluarkannya
Dekrit presiden 5 juli 1959. Hal ini disebabkan mekanisme politik sama
sekali tidak berfungsi. Oleh karena itu, pada masa-masa selanjutnya
diadakan penyederhanaan system kepartaian melalui penetapan presiden
(penpres) No. 7 / 1959 dan peraturan presiden (perpres) No. 13 / 1960
yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai –
partai politik.
Pada
tanggal 17 agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Tokoh kedua partai
tersebut dianggap oleh pemerintah dalam pemberontakan PRRI/Permesta.
Dalam rangka penyederhanaan partai ini pula, tanggal 14 april 1961
pemerintah mengeluarkan pengumuman pemerintah yang berisi tentang
pengakuan hanya kepada partai-partai:
1. PNI 4. PSII 7. Perti
2. NU 5. Parkindo 8. Murba
3. PKI 6. Partai katolik 9. Partindo
Partai Murba kemudian dibubarkan oleh pemerintah tanggal 21 september 1961. Murba dianggap oleh PKI sebagai kelompok komnis yang menyimpang.
Pengurangan
jumlah partai politik ternyata tidak mengurangi pertentangan ideology
dalam masyarakat. Untuk mengatasi hal tesebut, pada tanggal 12 Desember
1964 diselenggarakan pertemua partai-partai politik di Bogor.pertemuan
tersebut menghasilkan suatu dokumen yang dikenal Deklarasi Bogor.
Deklarasi tersebut menegaskan perlunya dipupuk persatuan nasional yang
berporos pasa NASAKOM. Keberadaan poros nasakom tersebut memperlihatkan
adanya pengaruh PKI yang kemudian semakin berkembang sampai akhir tahun
1965.
Pada
tanggal 12 maret 1966, PKI dibubarkan oleh pengemban Supersemar,
Soeharto. Pembubaran tersebut berkaitan dengan keterlibatan PKI dalam
gerakan 30 september tahun 1965.
Setelah PKI dibubarkan di usahakan pembinaan
partai-partai politik. Pada bulan oktober 1966, partai Murba
direhabilitasi. Pada tanggal 20 februari 1968, berdasarkan keputusan
Presiden No. 70 tahun 1968, didirikan Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi). Partai ini merupakan gabungan dari sejumloah organisasi
kemasyarakatan islam yang ada seperti Muhammadiyah, PUI dan Ali
Wasliyah.
Pada
masa orde baru ini pula, telah dilakukan kebijakan dalam system
kepartaian. Kebijakan tersebut menyangkut upaya pengelompokan partai
politik. Upaya itu ditempuh guna mengantisipasi berbagai persolan yang
pernah terjadi pada masa orde lama. Pada tanggal 27 Februari 1970,
presiden soeharto berkonsultasi dengan partai politik mengenai gagasan
pengelompokan partai. Presiden Soehato mengatakan bahwa pengelompokan
partai bertujuan untuk memanfaatkan suara-suara yang tercecer. Disamping
itu, pengelompokan partai politik berarti upaya penyederhanaan partai
sesuai dengan dengan ketetapan MPRS No. XXII / MPRS / 1966. Gagasan tersebut pada intinya pengelompokan partai kedalam kelompok-kelompok berikut.
- Kelompok material – spiritual, yang terdiri dari PNI, Murba, IPKI, Partai Katolik dan Partindo. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat material, tetapi tanpa mengabaikan aspek spiritualnya.
- Kelompok spiritual – material, yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat spiritual tetapi tanpa mengabaikan aspek material.
Pada
tanggal 5 januari 1973, keempat partai islam, yaitu NU, PSII, Perti dan
Parmusi berfusi dalam satu partai politik yang bernama Partai persatuan
pembangunan (PPP). Enam hari kemudian, yaitu tanggal 11 januari 1973,
partai yang tergabung dalam kelompok material-spiritual mendirikan
Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pengelompokan
ini dituangkan dalam UU no. 3 tahun 1975 tentang partai politik dan
golongan Karya (Golkar). Dengan demikian, sejak pemilu 1977, hanya
terdapat 3 organisasi politik, yaitu PPP, PDI dan Golkar. UU tentang
Parpol dan Golkar kemudian diperkuat lagi dengan UU no.3 tahun 1985.http://masyarakatsejarahindonesia.blogspot.com/2009/10/upaya-mengisi-kemerdekaan.html
Peninggalan penjajahan di indonesia
INDONESIA pernah dijajah Jepang selama
3,5 tahun sebelum mencapai masa kemerdekaan. Namun bagaimanapun,
pendudukan Jepang di Indonesia meninggalkan beberapa situs-situs yang
dapat menjadi tempat wisata yang menarik. Berikut adalah dua di
antaranya yang paling terkenal:
1. Benteng Jepang
Benteng Jepang (The Japanese Fortress) terletak di pusat kota Kokas, Fak-Fak, Papua Barat. Benteng ini adalah satu dari sekian banyak benteng Jepang peninggalan Perang Dunia ke II yang masih bertahan. Benteng ini dibuat dengan cara menggali gua di bawah bukit di tepi pantai.
Benteng ini memiliki tiga gerbang dan sebuah ruang bawah tanah (bunker) yang dihubungkan terowongan sepanjang 138 meter. Dulunya benteng ini digunakan sebagai tempat berlndung dan persembunyian bagi tentara Jepang.
Selain disuguhi lorong menakjubkan yang ada dibawah benteng ini, wisatawan juga akan puas melihat pemandangan indah laut di mulut gua yang menghubungkan benteng ini.
Untuk mencapai benteng ini memang dibutuhkan perjalanan yang cukup memakan waktu, pasalnya benteng ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan perahu dari kota Fak-Fak selama empat jam.
2. Goa Jepang, Bukittinggi
Goa Jepang terletak di pusat Kota Bukittinggi. Goa ini lebih tepatnya merupakan bunker yang dibangun oleh romusha (pekerja paksa Indonesia) atas perintah Jepang.
Bunker ini berbentuk goa bawah tanah sepanjang 1.470 meter dan berada 40 meter di bawah Ngarai Sianok. bunker ini memiliki 20 terowongan yang dulunya digunakan untuk menyimpan amunisi, tempat meeting, tempat makan romusha, dapur, penjara, ruang penyiksaan, ruang mata-ruang penyerangan, dan gerbang untuk melarikan diri. menjelajahi terowongan rumit di Goa Jepang ini merupakan petualangan yang sebenarnya.
Goa Jepang ini juga merangkap menjadi benteng yang sangat efektif. Terowongannya memiliki diameter sepanjang 3 meter dan temboknya pun sangat tebal sehingga suara di dalam tidak dapat terdengar dari luar.
Terowongan ini mencakup wilayah yang luas, hampir seluas dua hektare dan memiliki enam pintu. Satu pintu terletak di Taman Panorama sementara yang lain di desa yang terletak di bawah jurang Ngarai Sianok.
http://travel.okezone.com/read/2011/11/09/408/527144/sisa-sisa-peninggalan-jepang-di-indonesia
1. Benteng Jepang
Benteng Jepang (The Japanese Fortress) terletak di pusat kota Kokas, Fak-Fak, Papua Barat. Benteng ini adalah satu dari sekian banyak benteng Jepang peninggalan Perang Dunia ke II yang masih bertahan. Benteng ini dibuat dengan cara menggali gua di bawah bukit di tepi pantai.
Benteng ini memiliki tiga gerbang dan sebuah ruang bawah tanah (bunker) yang dihubungkan terowongan sepanjang 138 meter. Dulunya benteng ini digunakan sebagai tempat berlndung dan persembunyian bagi tentara Jepang.
Selain disuguhi lorong menakjubkan yang ada dibawah benteng ini, wisatawan juga akan puas melihat pemandangan indah laut di mulut gua yang menghubungkan benteng ini.
Untuk mencapai benteng ini memang dibutuhkan perjalanan yang cukup memakan waktu, pasalnya benteng ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan perahu dari kota Fak-Fak selama empat jam.
2. Goa Jepang, Bukittinggi
Goa Jepang terletak di pusat Kota Bukittinggi. Goa ini lebih tepatnya merupakan bunker yang dibangun oleh romusha (pekerja paksa Indonesia) atas perintah Jepang.
Bunker ini berbentuk goa bawah tanah sepanjang 1.470 meter dan berada 40 meter di bawah Ngarai Sianok. bunker ini memiliki 20 terowongan yang dulunya digunakan untuk menyimpan amunisi, tempat meeting, tempat makan romusha, dapur, penjara, ruang penyiksaan, ruang mata-ruang penyerangan, dan gerbang untuk melarikan diri. menjelajahi terowongan rumit di Goa Jepang ini merupakan petualangan yang sebenarnya.
Goa Jepang ini juga merangkap menjadi benteng yang sangat efektif. Terowongannya memiliki diameter sepanjang 3 meter dan temboknya pun sangat tebal sehingga suara di dalam tidak dapat terdengar dari luar.
Terowongan ini mencakup wilayah yang luas, hampir seluas dua hektare dan memiliki enam pintu. Satu pintu terletak di Taman Panorama sementara yang lain di desa yang terletak di bawah jurang Ngarai Sianok.
http://travel.okezone.com/read/2011/11/09/408/527144/sisa-sisa-peninggalan-jepang-di-indonesia
Kamis, 24 Oktober 2013
Hari ini, 67 tahun yang lalu, Soekarno, yang sehari setelahnya dipilih menjadi presiden pertama RI, membacakan proklamasi kemerdekaan RI di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56. Proklamasi ini menandai awal Perang Kemerdekaan yang berakhir pada tahun 1950 dengan diakuinya kemerdekaan RI oleh Belanda di Konferensi Meja Bundar di Den Haag.
Mereka yang bilang bahwa kemerdekaan RI itu adalah hadiah dari Belanda atau sekutu, silahkan datang ke Taman Makam Pahlawan dan bilang itu dengan keras di hadapan para pejuang yang meninggal dalam Perang Kemerdekaan, bahwa mereka tidak perlu mati, bahwa perjuangan mereka sia-sia karena toh itu hadiah.
Soekarno pernah bilang bahwa, “Perang kami melawan penjajah tapi perangmu melawan bangsamu sendiri.”
Perkataan itu selalu terngiang di telinga saat memandang korupsi yang masih merajalela di negeri ini, birokrasi yang tidak efisien, politisi yang tidak bisa dipercaya dan banyaknya kekerasan atas nama agama di negeri ini.
Di tengah carut-marut negara kita, ada sedikit harapan, kita makin disegani sebagai warga dunia, Presiden SBY mungkin setelah mejabat sebagai presiden akan mulai aktif di kancah internasional. Mungkin. Ekonomi kita cukup stabil dan berkembang pesat, tapi masalah kesenjangan ekonomi masih terasa. Yang merasakan pertumbuhan ini masih masyarakat menengah ke atas, warga miskin belum terbebas dari kemiskinan.
sumber : dnial.wordpress.com/.../tentang-indonesia-merdeka
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[5]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[6]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi Teks Proklamasi
Naskah Proklamasi Klad
Teks naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, yang isinya adalah sebagai berikut :-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Proklamasi
-
-
-
-
-
-
-
-
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Djakarta, 17 - 8 - '05
- Wakil2 bangsa Indonesia.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Naskah baru setelah mengalami perubahan
Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi), yang isinya adalah sebagai berikut :-
-
-
-
-
-
-
-
- P R O K L A M A S I
-
-
-
-
-
-
-
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
- Atas nama bangsa Indonesia.
- Soekarno/Hatta.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
(Keterangan: Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah Proklamasi Klad maupun pada teks naskah Proklamasi Otentik) tertulis angka "tahun 05" yang merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang saat itu adalah sesuai dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "tahun 2605".)
Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik
Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut :- Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
- Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
- Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
- Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
- Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
- Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
- Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Peristiwa Rengasdengklok
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno
bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan
Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan
golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo
melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf
Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu -
buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang
kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan
setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi)
sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[3] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[4] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)