Kamis, 05 Desember 2013

UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN

UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
A. Penataan Kehidupan Politik
a. Sistem pemerintahan
Sejak pengakuan kedaulatan terhadap RIS, secara resmi tanggal 27 Desember 1949 oleh Belanda. Seharusnya Belanda tidak campur tangan lagi dalam urusan Indonesa secara langsung. Tetapi dalam kenyataannya Belanda masih sering ikut campur urusan dalam negeri Indonesia sehingga menyulitkan pemerintah dalam menata kehidupan politik dan ekonomi, antara lain terhadap pemberontakan APRA, Andi Aziz dan RMS. Itulah sebabnya RIS hanya bertahan selama 8 bulan ( 27 desember 1949 – 17 agustus 1950) akibat desakan untuk kembali dari bentuk Negara Negara bagian kebentuk Negara kesatuan. Untuk kembali kenegara kesatuan , pada tahun 1950 dibentuk UUDS.
Dalam UUDS tahun 1950, system pemerintahan yang dianut adalah system Demokrasi Liberal dengan cabinet Parlementer. Pada masa cabinet parlementer ini bukannya bertambah baik, tetapi malah bertambah buruk karena terjadi pergulatan diantara partai-partai politik. Setiap partai politik berupaya untuk merebut kedudukan tertinggin dengan menjatuhkan lawan politiknya, sehingga cabinet dapat bertahan lama dan selanjutnya jatuh sebelum dapat melaksanakan program partainya.
Pada masa ini terjadi beberapa kali pergantian cabinet diantaranya :
  1. Kabinet Natsir ( September 1950 – maret 1951)
Kabinet pertama NKRI tahun 1950 adalah cabinet Natsir dengan perdana Menterinya Mohammad Natsir (Masyumi), Kabinet mulai goyah sejak kegagalan dalam perundingan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Kabinet Jatuh setelah PNI mengajukan mosi tidak percaya menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah No. 39/1950 tentang DPRD dan DPRDS
  1. Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wiryosanjoyo, sebagai perdana menteri. Kabinet merupakan koalisi PNI dan Masyumi. Kabinet mulai goyah akibat ditandatanganinya perjanjian kesepakatan antara Menlu Subandrio dan duta besar AS Merle Cohran tentang bantuan ekonomi dan militer. Kabinet dicecar tuduhan melencengkan Indonesia baik dari politik luar negeri bebas aktif. Setelah PNI dan Masyumi menarik dukungannya, cabinet inipun jatuh.
  1. Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo, semasa cabinet ini, Indonesia dilanda krisis ekonomi berupa jatuhnya harga barang-barang ekspor dan krisis politik berupa aksi ketidakpuasan dan demonstrasi diberbagai daerah. Ketidakmampuan menyelesaikan soal tanah yang terkenal dengan peristiwa Tanjung Morawa di Sumatera Utara (bentrokan antara aparat kepolisian dan para petuni liar) dan peristiwa 17 oktober 1952 (gerakan sejumlah perwira AD menekan Presiden Soekarno agar membubarkan cabinet. Pada saat yang sama, berlangsung demonstrasi didepan istana Negara mengajukan tuntutan yang sama. membuat cabinet Wilopo mengembalikan mandat kepada Presiden
  1. Kabinet Ali sastriamijoyo I ( Juli 1953 – Juli 1955)
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo, sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan NU. Kabinet menghadapi ujian berat berupa kemelut dalam tubuh angkatan darat. Namun cabinet ini sempat menunjukkan prestasi berupa penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955*. Memuncaknya krisis ekonomi dan perseteruan antara PNI dan NU membuat NU menarik dukungannya terhadap cabinet sehingga cabinet inipun akhirnya jatuh.
  1. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
Kabinet ini dipimpin Burhanuddin Harahap sebagai perdana menteri. Prestasi yang menonjol dari kabinet ini adalah penyelenggaraan Pemilu I yang amat demokratis. Selain itu, kabinet menunjukkan keunggulan Indonesia dalam diplomasi perjuangan Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Namun Pemilu I tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap cabinet ini sehingga jatuh.
  1. Kabinet Ali Sostroamijoyo II (Maret 1956 – maret 1957)
Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sostroamijoyo sebagai perdana menteri. Kabinet koalisi PNI, Masyumi dan NU merupakan cabinet yang pertama sesudah Pemilu. Kabinet menghadapi pergolakan didaerah yang semakin menguat, berupa pembentukan dewan militer di Sumatera dan Sulawesi. Mundurnya sejumlah menteri asal Masyumi membuat cabinet jatuh.
  1. Kabinet Karya atau Juanda (April 1957 – Juli 1959)
Kabinet dipimpin oleh Juanda sebagai perdana menteri. Kabinet terdiri atas para pakar dibidangnya sehingga disebut zaken cabinet. Kabinet memiliki program bernama Panca Karya sehingga memperoleh sebutan cabinet Karya. Kabinet menjadi demisioner saat presiden mencanangkan dekrit pada bulan juli 1959.
b. Sistem kepartaian
Muncul dan berkembangnya partai di dalam suatu Negara merupakan suatu cirri utama bahwa Negara tersebut menganut paham demokrasi . Begitu pula dengan Indonesia yang baru berdiri, ingin menyatakan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi.
Untuk lebih menegaskan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi, maka dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden no. X tanggal 16 oktober 1945. Kemudian disusul lagi oleh Maklumat pemerintah tanggal 3 november 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia menganut system multi partai. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya partai-partai politik. Dari tahun 1945 – 1950, telah berdiri dengan resmi 25 partai politik. Menjelang Pemilu 1955 telah ada 70 partai politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu, tetapi setelah penyeleksian akhirnya yang berhak ikut Pemilu I hanya 27 partai.
Diantara partai politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu I terdapat 4 partai politik yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI.
Akan tetapi system multi partai hanya berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit presiden 5 juli 1959. Hal ini disebabkan mekanisme politik sama sekali tidak berfungsi. Oleh karena itu, pada masa-masa selanjutnya diadakan penyederhanaan system kepartaian melalui penetapan presiden (penpres) No. 7 / 1959 dan peraturan presiden (perpres) No. 13 / 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai – partai politik.
Pada tanggal 17 agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Tokoh kedua partai tersebut dianggap oleh pemerintah dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Dalam rangka penyederhanaan partai ini pula, tanggal 14 april 1961 pemerintah mengeluarkan pengumuman pemerintah yang berisi tentang pengakuan hanya kepada partai-partai:
1. PNI 4. PSII 7. Perti
2. NU 5. Parkindo 8. Murba
3. PKI 6. Partai katolik 9. Partindo
Partai Murba kemudian dibubarkan oleh pemerintah tanggal 21 september 1961. Murba dianggap oleh PKI sebagai kelompok komnis yang menyimpang.
Pengurangan jumlah partai politik ternyata tidak mengurangi pertentangan ideology dalam masyarakat. Untuk mengatasi hal tesebut, pada tanggal 12 Desember 1964 diselenggarakan pertemua partai-partai politik di Bogor.pertemuan tersebut menghasilkan suatu dokumen yang dikenal Deklarasi Bogor. Deklarasi tersebut menegaskan perlunya dipupuk persatuan nasional yang berporos pasa NASAKOM. Keberadaan poros nasakom tersebut memperlihatkan adanya pengaruh PKI yang kemudian semakin berkembang sampai akhir tahun 1965.
Pada tanggal 12 maret 1966, PKI dibubarkan oleh pengemban Supersemar, Soeharto. Pembubaran tersebut berkaitan dengan keterlibatan PKI dalam gerakan 30 september tahun 1965.
Setelah PKI dibubarkan di usahakan pembinaan partai-partai politik. Pada bulan oktober 1966, partai Murba direhabilitasi. Pada tanggal 20 februari 1968, berdasarkan keputusan Presiden No. 70 tahun 1968, didirikan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Partai ini merupakan gabungan dari sejumloah organisasi kemasyarakatan islam yang ada seperti Muhammadiyah, PUI dan Ali Wasliyah.
Pada masa orde baru ini pula, telah dilakukan kebijakan dalam system kepartaian. Kebijakan tersebut menyangkut upaya pengelompokan partai politik. Upaya itu ditempuh guna mengantisipasi berbagai persolan yang pernah terjadi pada masa orde lama. Pada tanggal 27 Februari 1970, presiden soeharto berkonsultasi dengan partai politik mengenai gagasan pengelompokan partai. Presiden Soehato mengatakan bahwa pengelompokan partai bertujuan untuk memanfaatkan suara-suara yang tercecer. Disamping itu, pengelompokan partai politik berarti upaya penyederhanaan partai sesuai dengan dengan ketetapan MPRS No. XXII / MPRS / 1966. Gagasan tersebut pada intinya pengelompokan partai kedalam kelompok-kelompok berikut.
  1. Kelompok material – spiritual, yang terdiri dari PNI, Murba, IPKI, Partai Katolik dan Partindo. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat material, tetapi tanpa mengabaikan aspek spiritualnya.
  2. Kelompok spiritual – material, yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat spiritual tetapi tanpa mengabaikan aspek material.
Pada tanggal 5 januari 1973, keempat partai islam, yaitu NU, PSII, Perti dan Parmusi berfusi dalam satu partai politik yang bernama Partai persatuan pembangunan (PPP). Enam hari kemudian, yaitu tanggal 11 januari 1973, partai yang tergabung dalam kelompok material-spiritual mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pengelompokan ini dituangkan dalam UU no. 3 tahun 1975 tentang partai politik dan golongan Karya (Golkar). Dengan demikian, sejak pemilu 1977, hanya terdapat 3 organisasi politik, yaitu PPP, PDI dan Golkar. UU tentang Parpol dan Golkar kemudian diperkuat lagi dengan UU no.3 tahun 1985.
 http://masyarakatsejarahindonesia.blogspot.com/2009/10/upaya-mengisi-kemerdekaan.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar