Kamis, 05 Desember 2013

ORDE LAMA

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiaden Soekarno di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Pergolakan politis pada akhir masa Orde Lama juga terjadi di Malang karena aktifitas PKI / Komunis cukup banyak mempengaruhi masyarakat terutama golongan pemuda. Terjadi rapat2 umum, demonstrasi, kerusuhan dan bentrokan fisik antara pendukung Komunis dengan pendukung Pancasila, salah satunya yang terkenal adalah penyerbuan Gedung Sarinah sekarang. Akhirnya kelompok Komunis dapat dikalahkan dan melarikan diri ke daerah Blitar sehingga dilakukan operasi militer Sandhi Yudha yang mengakhiri petualangan Komunis di Indonesia.
Orde Lama dibawah pimpinan Presiden Soekarno berakhir setelah didahului oleh pemberontakan Partai Komunis Indonesia yang gagal pada tanggal 30 September 1965. Dengan berbekal Surat Perintah tertanggal 11 Maret 1966, Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad) pada waktu itu, Letjen TNI Soeharto membubarkan PKI dan organisasi-organisasi masyarakat yang dinaunginya.
Gerakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI ini kemudian berbuntut pada pembunuhan puluhan (ada pula yang mengatakan ratusan) ribu penduduk Indonesia yang dicurigai terlibat atau bersimpati pada gerakan komunis. Kuatnya stigma komunis yang menakutkan banyak orang membuat sampai kini belum pernah ada penyelidikan independen mengenai korban-korban yang jatuh pada saat itu, meskipun diyakini tidak semua korban memang terbukti bersalah.
Atas dukungan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang dipimpin oleh Ketuanya saat itu, Letjen TNI Abdul Harris Nasution, Letjen TNI Soeharto kemudian dikukuhkan menjadi pejabat Presiden Republik Indonesia. Kekuasaan Orde Baru dibawah presiden kedua ini dikukuhkan melalui pemilihan umum tahun 1971.

 http://parisvanjava.net76.net/orla.html

PEMILU

  1. Pemilihan umum (PEMILU)
Pada awal kemerdekaan, upaya untuk menyelenggarakan pemilu dimaksudkan untuk memperjuangkan Republik Indonesia agar diakui dan dihormati oleh seluruh dunia. Bagi bangsa Indonesia sendiri, Pemilu dijadikan sarana untuk menggalang kekuatan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan Negara yang baru diproklamasikan.
Pemilu I setelah Indonesia merdeka baru dapat terlaksana pada tahun 1955, yaitu pada masa cabinet Burhanuddin Harahap. Pemilu I bertujuan untuk memilih anggota DPR dan anggota konstituante. Pemilihan anggota DPR diselenggarakan tanggal 29 september 1955. pelantikan anggota DPR dilaksanakan tanggal 20 maret 1956. sedangkan pemilihan anggota konstituante diselenggarakan tanggal 15 desember 1955 dan dilantik tanggal 10 november 1956.
Dalam pemilu I ini telah muncul empat partai besar, yaitu Masyumi, yang memperoleh 60 kursi di DPR, PNI (58 kursi), NU (47 kursi) dan PKI (32 kursi).
Pada masa Orde Baru pemilu mulai dilaksanakan pada tahun 1971. Sembilan partai politik dan golongan karya turut serta dalam pemilu ini. Kesembilan partai politik itu adalah Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, Partai Murba, Ikatan pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), PNI, NU, PSII, Parmusi dan Perti. Dari sepuluh organisasi peserta pemilu, delapan diantaranya adalah organisasi politik/partai yang sudah ada (berdiri sebelum masa orde baru), sedangkan dua lainnya adalah partai politik yang baru, yaitu Permusi dan IPKI.
Dalam Pemilu tahun 1971, partai-partai politik mendapat 124 kursi di DPR, sedangkan Golongan Karya mendapat 236 kursi.
Pada tahun 1977, diadakan pemilu yang ketiga. Pemilu kali ini diikuti oleh 3 organisasi social politik, yaitu PPP, Golkar dan PDI. Hasil pemilu pada masa itu, Golkar mendapat 257 kursi, sedang partai politik yang lainnya mendapat 128 kursi. Setelah pemilu 1977, pada masa Orde baru berturut-turut dilaksanakan pemilu tahun 1982, 1987, 1992 dan 1997, dengan azaz Jurdil. Tetapi dikarenakan Presiden Soeharto mengundurkan diri tahun 1998, maka Pemilu kemudian dilaksanakan tahun 1999 yang diikuti 48 peserta partai politik dan terakhir dilaksanakan tahun 2003 dengan jumlah peserta 24 partai politik dengan azaz Luber dan Jurdil. 

http://masyarakatsejarahindonesia.blogspot.com/2009/10/upaya-mengisi-kemerdekaan.html

UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN

UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
A. Penataan Kehidupan Politik
a. Sistem pemerintahan
Sejak pengakuan kedaulatan terhadap RIS, secara resmi tanggal 27 Desember 1949 oleh Belanda. Seharusnya Belanda tidak campur tangan lagi dalam urusan Indonesa secara langsung. Tetapi dalam kenyataannya Belanda masih sering ikut campur urusan dalam negeri Indonesia sehingga menyulitkan pemerintah dalam menata kehidupan politik dan ekonomi, antara lain terhadap pemberontakan APRA, Andi Aziz dan RMS. Itulah sebabnya RIS hanya bertahan selama 8 bulan ( 27 desember 1949 – 17 agustus 1950) akibat desakan untuk kembali dari bentuk Negara Negara bagian kebentuk Negara kesatuan. Untuk kembali kenegara kesatuan , pada tahun 1950 dibentuk UUDS.
Dalam UUDS tahun 1950, system pemerintahan yang dianut adalah system Demokrasi Liberal dengan cabinet Parlementer. Pada masa cabinet parlementer ini bukannya bertambah baik, tetapi malah bertambah buruk karena terjadi pergulatan diantara partai-partai politik. Setiap partai politik berupaya untuk merebut kedudukan tertinggin dengan menjatuhkan lawan politiknya, sehingga cabinet dapat bertahan lama dan selanjutnya jatuh sebelum dapat melaksanakan program partainya.
Pada masa ini terjadi beberapa kali pergantian cabinet diantaranya :
  1. Kabinet Natsir ( September 1950 – maret 1951)
Kabinet pertama NKRI tahun 1950 adalah cabinet Natsir dengan perdana Menterinya Mohammad Natsir (Masyumi), Kabinet mulai goyah sejak kegagalan dalam perundingan dengan Belanda mengenai Irian Barat. Kabinet Jatuh setelah PNI mengajukan mosi tidak percaya menyangkut pencabutan Peraturan Pemerintah No. 39/1950 tentang DPRD dan DPRDS
  1. Kabinet Sukiman (April 1951 – April 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Sukiman Wiryosanjoyo, sebagai perdana menteri. Kabinet merupakan koalisi PNI dan Masyumi. Kabinet mulai goyah akibat ditandatanganinya perjanjian kesepakatan antara Menlu Subandrio dan duta besar AS Merle Cohran tentang bantuan ekonomi dan militer. Kabinet dicecar tuduhan melencengkan Indonesia baik dari politik luar negeri bebas aktif. Setelah PNI dan Masyumi menarik dukungannya, cabinet inipun jatuh.
  1. Kabinet Wilopo (April 1952 – Juni 1952)
Kabinet ini dipimpin oleh Mr. Wilopo, semasa cabinet ini, Indonesia dilanda krisis ekonomi berupa jatuhnya harga barang-barang ekspor dan krisis politik berupa aksi ketidakpuasan dan demonstrasi diberbagai daerah. Ketidakmampuan menyelesaikan soal tanah yang terkenal dengan peristiwa Tanjung Morawa di Sumatera Utara (bentrokan antara aparat kepolisian dan para petuni liar) dan peristiwa 17 oktober 1952 (gerakan sejumlah perwira AD menekan Presiden Soekarno agar membubarkan cabinet. Pada saat yang sama, berlangsung demonstrasi didepan istana Negara mengajukan tuntutan yang sama. membuat cabinet Wilopo mengembalikan mandat kepada Presiden
  1. Kabinet Ali sastriamijoyo I ( Juli 1953 – Juli 1955)
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo, sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan koalisi PNI dan NU. Kabinet menghadapi ujian berat berupa kemelut dalam tubuh angkatan darat. Namun cabinet ini sempat menunjukkan prestasi berupa penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955*. Memuncaknya krisis ekonomi dan perseteruan antara PNI dan NU membuat NU menarik dukungannya terhadap cabinet sehingga cabinet inipun akhirnya jatuh.
  1. Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 – Maret 1956)
Kabinet ini dipimpin Burhanuddin Harahap sebagai perdana menteri. Prestasi yang menonjol dari kabinet ini adalah penyelenggaraan Pemilu I yang amat demokratis. Selain itu, kabinet menunjukkan keunggulan Indonesia dalam diplomasi perjuangan Irian Barat dengan pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Namun Pemilu I tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap cabinet ini sehingga jatuh.
  1. Kabinet Ali Sostroamijoyo II (Maret 1956 – maret 1957)
Kabinet ini dipimpin oleh Ali Sostroamijoyo sebagai perdana menteri. Kabinet koalisi PNI, Masyumi dan NU merupakan cabinet yang pertama sesudah Pemilu. Kabinet menghadapi pergolakan didaerah yang semakin menguat, berupa pembentukan dewan militer di Sumatera dan Sulawesi. Mundurnya sejumlah menteri asal Masyumi membuat cabinet jatuh.
  1. Kabinet Karya atau Juanda (April 1957 – Juli 1959)
Kabinet dipimpin oleh Juanda sebagai perdana menteri. Kabinet terdiri atas para pakar dibidangnya sehingga disebut zaken cabinet. Kabinet memiliki program bernama Panca Karya sehingga memperoleh sebutan cabinet Karya. Kabinet menjadi demisioner saat presiden mencanangkan dekrit pada bulan juli 1959.
b. Sistem kepartaian
Muncul dan berkembangnya partai di dalam suatu Negara merupakan suatu cirri utama bahwa Negara tersebut menganut paham demokrasi . Begitu pula dengan Indonesia yang baru berdiri, ingin menyatakan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi.
Untuk lebih menegaskan bahwa Indonesia menganut paham demokrasi, maka dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden no. X tanggal 16 oktober 1945. Kemudian disusul lagi oleh Maklumat pemerintah tanggal 3 november 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia menganut system multi partai. Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya partai-partai politik. Dari tahun 1945 – 1950, telah berdiri dengan resmi 25 partai politik. Menjelang Pemilu 1955 telah ada 70 partai politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu, tetapi setelah penyeleksian akhirnya yang berhak ikut Pemilu I hanya 27 partai.
Diantara partai politik yang ikut ambil bagian dalam Pemilu I terdapat 4 partai politik yang memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi dan PKI.
Akan tetapi system multi partai hanya berlangsung hingga dikeluarkannya Dekrit presiden 5 juli 1959. Hal ini disebabkan mekanisme politik sama sekali tidak berfungsi. Oleh karena itu, pada masa-masa selanjutnya diadakan penyederhanaan system kepartaian melalui penetapan presiden (penpres) No. 7 / 1959 dan peraturan presiden (perpres) No. 13 / 1960 yang mengatur tentang pengakuan, pengawasan dan pembubaran partai – partai politik.
Pada tanggal 17 agustus 1960, PSI dan Masyumi dibubarkan. Tokoh kedua partai tersebut dianggap oleh pemerintah dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Dalam rangka penyederhanaan partai ini pula, tanggal 14 april 1961 pemerintah mengeluarkan pengumuman pemerintah yang berisi tentang pengakuan hanya kepada partai-partai:
1. PNI 4. PSII 7. Perti
2. NU 5. Parkindo 8. Murba
3. PKI 6. Partai katolik 9. Partindo
Partai Murba kemudian dibubarkan oleh pemerintah tanggal 21 september 1961. Murba dianggap oleh PKI sebagai kelompok komnis yang menyimpang.
Pengurangan jumlah partai politik ternyata tidak mengurangi pertentangan ideology dalam masyarakat. Untuk mengatasi hal tesebut, pada tanggal 12 Desember 1964 diselenggarakan pertemua partai-partai politik di Bogor.pertemuan tersebut menghasilkan suatu dokumen yang dikenal Deklarasi Bogor. Deklarasi tersebut menegaskan perlunya dipupuk persatuan nasional yang berporos pasa NASAKOM. Keberadaan poros nasakom tersebut memperlihatkan adanya pengaruh PKI yang kemudian semakin berkembang sampai akhir tahun 1965.
Pada tanggal 12 maret 1966, PKI dibubarkan oleh pengemban Supersemar, Soeharto. Pembubaran tersebut berkaitan dengan keterlibatan PKI dalam gerakan 30 september tahun 1965.
Setelah PKI dibubarkan di usahakan pembinaan partai-partai politik. Pada bulan oktober 1966, partai Murba direhabilitasi. Pada tanggal 20 februari 1968, berdasarkan keputusan Presiden No. 70 tahun 1968, didirikan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Partai ini merupakan gabungan dari sejumloah organisasi kemasyarakatan islam yang ada seperti Muhammadiyah, PUI dan Ali Wasliyah.
Pada masa orde baru ini pula, telah dilakukan kebijakan dalam system kepartaian. Kebijakan tersebut menyangkut upaya pengelompokan partai politik. Upaya itu ditempuh guna mengantisipasi berbagai persolan yang pernah terjadi pada masa orde lama. Pada tanggal 27 Februari 1970, presiden soeharto berkonsultasi dengan partai politik mengenai gagasan pengelompokan partai. Presiden Soehato mengatakan bahwa pengelompokan partai bertujuan untuk memanfaatkan suara-suara yang tercecer. Disamping itu, pengelompokan partai politik berarti upaya penyederhanaan partai sesuai dengan dengan ketetapan MPRS No. XXII / MPRS / 1966. Gagasan tersebut pada intinya pengelompokan partai kedalam kelompok-kelompok berikut.
  1. Kelompok material – spiritual, yang terdiri dari PNI, Murba, IPKI, Partai Katolik dan Partindo. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat material, tetapi tanpa mengabaikan aspek spiritualnya.
  2. Kelompok spiritual – material, yang terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Kelompok ini menekankan pembangunan yang bersifat spiritual tetapi tanpa mengabaikan aspek material.
Pada tanggal 5 januari 1973, keempat partai islam, yaitu NU, PSII, Perti dan Parmusi berfusi dalam satu partai politik yang bernama Partai persatuan pembangunan (PPP). Enam hari kemudian, yaitu tanggal 11 januari 1973, partai yang tergabung dalam kelompok material-spiritual mendirikan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pengelompokan ini dituangkan dalam UU no. 3 tahun 1975 tentang partai politik dan golongan Karya (Golkar). Dengan demikian, sejak pemilu 1977, hanya terdapat 3 organisasi politik, yaitu PPP, PDI dan Golkar. UU tentang Parpol dan Golkar kemudian diperkuat lagi dengan UU no.3 tahun 1985.
 http://masyarakatsejarahindonesia.blogspot.com/2009/10/upaya-mengisi-kemerdekaan.html


Peninggalan penjajahan di indonesia

INDONESIA pernah dijajah Jepang selama 3,5 tahun sebelum mencapai masa kemerdekaan. Namun bagaimanapun, pendudukan Jepang di Indonesia meninggalkan beberapa situs-situs yang dapat menjadi tempat wisata yang menarik. Berikut adalah dua di antaranya yang paling terkenal:

1. Benteng Jepang
Benteng Jepang (The Japanese Fortress) terletak di pusat kota Kokas, Fak-Fak, Papua Barat. Benteng ini adalah satu dari sekian banyak benteng Jepang peninggalan Perang Dunia ke II yang masih bertahan. Benteng ini dibuat dengan cara menggali gua di bawah bukit di tepi pantai.

Benteng ini memiliki tiga gerbang dan sebuah ruang bawah tanah (bunker) yang dihubungkan terowongan sepanjang 138 meter. Dulunya benteng ini digunakan sebagai tempat berlndung dan persembunyian bagi tentara Jepang.

Selain disuguhi lorong menakjubkan yang ada dibawah benteng ini, wisatawan juga akan puas melihat pemandangan indah laut di mulut gua yang menghubungkan benteng ini.

Untuk mencapai benteng ini memang dibutuhkan perjalanan yang cukup memakan waktu, pasalnya benteng ini hanya bisa dicapai dengan menggunakan perahu dari kota Fak-Fak selama empat jam.

2. Goa Jepang, Bukittinggi
Goa Jepang terletak di pusat Kota Bukittinggi. Goa ini lebih tepatnya merupakan bunker  yang dibangun oleh romusha (pekerja paksa Indonesia) atas perintah Jepang.

Bunker ini berbentuk goa bawah tanah sepanjang 1.470 meter dan berada 40 meter di bawah Ngarai Sianok. bunker ini memiliki 20 terowongan yang dulunya digunakan untuk menyimpan amunisi, tempat meeting, tempat makan romusha, dapur, penjara, ruang penyiksaan, ruang mata-ruang penyerangan, dan gerbang untuk melarikan diri. menjelajahi terowongan rumit di Goa Jepang ini merupakan petualangan yang sebenarnya.

Goa Jepang ini juga merangkap menjadi benteng yang sangat efektif. Terowongannya memiliki diameter sepanjang 3 meter dan temboknya pun sangat tebal sehingga suara di dalam tidak dapat terdengar dari luar.
Terowongan ini mencakup wilayah yang luas, hampir seluas dua hektare dan memiliki enam pintu. Satu pintu terletak di Taman Panorama sementara yang lain di desa yang terletak di bawah jurang Ngarai Sianok.

http://travel.okezone.com/read/2011/11/09/408/527144/sisa-sisa-peninggalan-jepang-di-indonesia